CANDI MENDUT
Lokasi candi ada di sebelah timur Borobudur, di Desa Mendur, Kecamatan
Mungkid, Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Letaknya ada di antara dua sungai Elo
dan Progo. Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam
prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan
bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama wenuwana yang
artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan
Candi Mendut.Bangunan ini terbuat dari batu
andesit, tinggi kurang lebih 26 m dan pintu candi terdapat di barat laut.
Dinding-dinding candi dan ukirannya masih jelas, hanya di bagian atas ukiran
sudah tidak sempurna.
Latar Belakang
Pada umumnya candi terdiri
dari dua sifat, yaitu Hinduistia atau Budhistis. Untuk mengetahui sifat Hindu
atau Budha pada setiap bangunan dapat dilihat ciri-ciri khusus yang dapat
memberi petunjuk misalnya pada arca, ukiran atau motif arsitekturnya. Demikian
halnya paca Candi Mendut kita dapat melihat banyak hiasan ukiran dan ragam hias
bangunan genta di bagian atas candi. Genta, lonceng atau stupa termasuk salah satu
benca suci seperti halnya lambang kesucian berupa payung pada stupa Budha.
Adanya banyak genta dapat menggambarkan bahwa candi tersebut budhistis. Jika
kita masuk ke ruang candi, di dalamnya kita dapatkan arca Sang Budha dengan
sikap tangan menunjukkan bahwa roda kehidupan, yang meliputi adanya sebab
akibat dapat diatasi atau dikuasai seluruhnya. Selain itu terdapat dua arca
Budha yang ada di dalam ruang candi.
Ragam hias bangunan
Candi Mendut memiliki denah dasar berbentuk segi empat. Tinggi bangunan seluruhnya
26,40 m. Tubuh candi Buddha ini berdiri di atas batur setinggi sekitar 2 m. Di
permukaan batur terdapat selasar yang cukup lebar dan dilengkapi dengan
langkan. Dinding kaki candi dihiasi dengan 31 buah panel yang memuat
berbagai relief cerita, pahatan bunga dan sulur-suluran yang indah.
Di beberapa tempat di sepanjang dinding luar langkan terdapat jaladwara
atau saluran untuk membuang air dari selasar. Jaladwara terdapat di kebanyakan
candi di Jawa Tengah dan Yogyakarta, seperti di Candi Barabudhur, Candi
Banyuniba, Candi Prambanan dan di Situs Ratu Baka. Jaladwara di setiap candi
memiliki bentuk yang berbeda-beda.
Tangga menuju selasar terletak di sisi barat, tepat di depan pintu masuk ke
ruangan dalam tubuh candi. Pintu masuk ke ruangan dalam tubuh candi dilengkapi
dengan bilik penampil yang menjorok keluar. Atap bilik penampil sama tinggi dan
menyatu dengan atap tubuh candi. Tidak terdapat gapura atau bingkai pintu pada
dinding depan bilik penampil. Bilik itu sendiri berbentuk lorong dengan langit-langit
berbentuk rongga memanjang dengan penampang segi tiga.
Dinding pipi tangga dihiasi dengan beberapa panil berpahat yang
menggambarkan berbagai cerita yang mengandung ajaran Buddha. Pangkal pipi
tangga dihiasi dengan sepasang kepala naga yang mulutnya sedang menganga lebar,
sementara di dalam mulutnya terdapat seekor binatang yang mirip singa. Di bawah
kepala naga terdapat panil begambar makhluk kerdil mirip Gana.
Atap candi itu terdiri dari tiga kubus yang disusun makin ke atas makin
kecil, mirip atap candi-candi di Komplek Candi Dieng dan Gedongsanga. Di
sekeliling kubus-kubus tersebut dihiasi dengan 48 stupa kecil. Puncak atap
sudah tidak tersisa sehingga tidak diketahui lagi bentuk aslinya.
Dinding dalam bilik penampil dihiasi dengan relief Kuwera atau Avataka dan
relief Hariti. Relief Kuwera terpahat di dinding utara, relief Hariti terpahat
di dinding selatan. Kuwera adalah seorang raksasa pemakan manusia yang bertobat
setelah bertemu dengan Buddha. Ia berubah menjadi dewa kekayaan dan pelindung
anak-anak. Kuwera mempunyai seorang istri bernama Hariti, yang semula adalah
juga seorang raksasa pemakan manusia. Sebagaimana halnya suaminya, Hariti
bertobat setelah bertemu Buddha dan kemudian menjadi pelindung anak-anak.
Relief Kuwera dan Hariti terdapat di banyak candi Buddha Tantrayana, seperti di
Candi Sewu, Candi Banyuniba dan Candi Kalasan.
Dalam relief itu digambarkan Kuwera sedang duduk di atas sebuah bangku. Di
sekelilingnya tampak sejumlah anak sedang bermain-main. Di bawah tempat duduk
laki-laki tersebut terdapat pundi-pundi berisi uang. Pundi-pundi berisi uang
merupakan ciri Kuwera sebagai dewa kekayaan. Relief Hariti menampilkan suasana
yang serupa. Hariti bersimpuh di atas sebuah bangku sambil memangku seorang
anak. Di sekelilingnya terlihat sejumlah anak sedang bermain.
Dinding tubuh candi dihiasi dengan relief yang
berkaitan dengan kehidupan Buddha. Pada dinding selatan terdapat relief
Bodhisattwa Avalokiteswara. Sang Buddha duduk di atas padmasana (singgasana
dari bunga padma) di bawah naungan pohon kalpataru. Di sebelah kanannya Dewi
Tara bersimpuh di atas padmasana dan di sebelah kirinya seorang wanita lain
juga bersimpuh di atas padmasana. Agak ke atas, di kiri dan kanan tampak
seperti dua gumpalan awan. Dalam masing-masing gumpalan tampak sosok seorang
pria sedang membaca kitab. Di tepi kiri dan kanan digambarkan pilar dari batu yang
disusun bertumpuk. Di puncak pilar terlihat Gana dalam posisi berjongkok sambil
menyangga sesuatu. Di hadapan Sang Buddha ada sebuah kolam yang dipenuhi dengan
bunga teratai. Air kolam berasal dari air mata Buddha yang menetes karena
kesedihannya memikirkan kesengsaraan umat manusia di dunia. Tepat di hadapan
Buddha, terlihat dua orang perempuan muncul dari sela-sela teratai di kolam.
Pada dinding timur terpahat relief Bodhisatwa. Dalam relief ini Sang Buddha
yang digambarkan sebagai sosok bertangan empat sedang berdiri di atas tempat
yang bentuknya mirip lingga. Pakaian yang dikenakan adalah pakaian kebesaran
kerajaan. Di sekeliling kepalanya memancar sinar kedewaan. Tangan kiri belakang
memegang kitab, tangan kanan sebelah belakang memegang tasbih, kedua tangan
depan menggambarkan sikap varamudra, yaitu Buddha bersila dengan sikap tangan
memberi anugrah. Di sebelah kirinya setangkai bunga teratai yang keluar dari
dalam bejana.
Pada dinding sisi utara terpahat relief yang menggambarkan Dewi Tara sedang
duduk di atas padmasana, diapit dua orang lelaki. Dalam relief ini Tara
digambarakan sebagai dewi bertangan delapa. Keempat tangan kiri masing-masing
memegang tiram, wajra, cakra, dan tasbih, sedangkan keempat tangan kanan
masing-masing memegang sebuah cawan, kapak, tongkat, dan kitab.
Pada
dinding barat (depan), di sebelah utara pintu masuk, terdapat relief Sarwaniwaranawiskhambi.
Sarwaniwaranawiskhambi digambarkan sedang berdiri di bawah sebuah payung.
Busana yang dipakainya adalah busana kebesaran kerajaan.
Di ruangan yang cukup luas dalam tubuh Candi Mendut terdapat 3 buah Arca
Buddha. Tepat mengadap pintu terdapat Buddha Sakyamuni, yaitu Buddha sedang
berkhotbah. Buddha digambarkan dalam posisi duduk dengan sikap tangan
dharmacakramudra, yaitu sikap sedang mewejangkan ajaran.
Di sebelah kanan, menghadap ke selatan, terdapat Arca Bodhisattva
Avalokiteswara, yaitu Buddha sebagai penolong manusia. Buddha digambarakan
dalam posisi duduk dengan kaki kiri terlipat dan kaki kanan menjuntai ke bawah.
Telapak kaki kanan menumpang pada bantalan teratai kecil. Di sebelah kiri
ruangan, menghadap ke utara, terdapat Arca Maitreya yaitu Bodhisatwa pembebas
manusia yang sedang duduk dengan sikap tangan simhakarnamudra, mirip sikap
vitarkamudra namun jari-jarinya tertutup. Ketiga arca dalam ruangan ini memakai
dilengkapi dengan 'prabha" atau sinar kedewaan di sekeliling kepalanya.
Candi Mendut memang lain dengan candi-candi yang ada di
Indonesia. Sebagai candi Budha, candi ini mempunyai daya tarik tersendiri. Tidak
saja keberadaan arca Budha ukuran besar, candi ini juga dihiasi dengan
relief-relief yang menggambarkan ceritera-ceritera Jataka, yang sarat dengan
makna ajaran-ajaran hukum ‘Sebab dan Akibat.’ Relief-relief itu terpahat di
panel-panel luar sayap tangga bagian bawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar