Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Demokrasi adalah bentuk atau
mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah
prinsip trias
politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara
yang saling lepas (independen) dan berada dalam
peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga
jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling
mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and
balances. Berawal
dari kemenangan Negara-negara Sekutu (Eropah Barat dan Amerika Serikat)
terhadap Negara-negara Axis (Jerman, Italia & Jepang) pada Perang Dunia II
(1945), dan disusul kemudian dengan keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan
paham Komunisme di akhir Abad XX , maka paham Demokrasi yang dianut oleh
Negara-negara Eropah Barat dan Amerika Utara menjadi paham yang mendominasi
tata kehidupan umat manusia di dunia dewasa ini. Suatu bangsa atau
masyarakat di Abad XXI ini baru mendapat pengakuan sebagai warga
dunia yang beradab (civilized) bilamana menerima dan menerapkan demokrasi
sebagai landasan pengaturan tatanan kehidupan kenegaraannya. Sementara bangsa
atau masyarakat yang menolak demokrasi dinilai sebagai bangsa/masyarakat yang
belum beradab (uncivilized).
Indonesia adalah salah satu negara yang
menjunjung tinggi demokrasi, untuk di Asia Tenggara Indonesia adalah negara
yang paling terbaik menjalankan demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga
dengan keadaan itu. Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal
kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang
dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang
saling berbeda satu dengan lainnya.
Sejarah Demokrasi di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka dan
berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri
Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik
Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana kedaulatan (kekuasaan
tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti juga NKRI
tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan (Representative
Democracy). Penetapan paham
demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat disatu pihak dengan
negara dilain pihak oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk di BPUPKI
tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebahagian
terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung
di negara-negara Eropah Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya,
sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di
negara-negara Eropah Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat
itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai
pemenang Perang Dunia-II. Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal
kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang
dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang
saling berbeda satu dengan lainnya. Sejalan dengan diberlakukannya UUD
Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter
Murni (atau dinamakan juga Demokrasi Liberal), yang diwarnai dengan cerita
sedih yang panjang tentang instabilitas pemerintahan dan nyaris berujung pada
konflik ideologi di Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959. Guna mengatasi konflik yang berpotensi
mencerai-beraikan NKRI tersebut di atas, maka pada tanggal 5 Juli 1959,
Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali
UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan model Demokrasi Terpimpin yang diklaim
sesuai dengan ideologi Negara Pancasila dan paham Integralistik yang
mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat dan negara. Namun belum berlangsung
lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya Demokrasi
Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat konflik politik dan
ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30 September
1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal 11 Maret
1968.
Presiden
Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan
model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba),
untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya
sesuai dengan ideologi negara Pancasila. Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil
bertahan relatif cukup lama dibandingkan dengan model-model demokrasi lainnya
yang pernah diterapkan sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun
ditutup dengan cerita sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan
Presiden pada tanggal 23 Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang
tidak stabil dan krisis disegala aspeknya. Sejak
runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden
Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai
hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek
kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi
ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena
dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde
Baru. Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara,
khususnya laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat
hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan
terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan
dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru. Model Demokrasi pasca Reformasi yang
telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini, nampaknya belum
menunjukkan tanda-tanda kemampuannya untuk mengarah-kan tatanan kehidupan
kenegaraan yang stabil (ajeq), sekalipun lembaga-lembaga negara yang utama,
yaitu lembaga eksekutif (Presiden/Wakil Presiden) dan lembaga-lembaga
legislatif (DPR dan DPD) telah terbentuk melalui pemilihan umum langsung yang
memenuhi persyaratan sebagai mekanisme demokrasi.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di
Indonesia dapat dilihat dari Pelaksanaan Demokrasi yang pernah ada di
Indonesiai ini. Pelaksanaan demokrasi di indonesia dapat dibagi menjadi
beberapa periodesasi antara lain :
Pelaksanaan demokrasi
pada masa revolusi ( 1945 – 1950 ).
Tahun 1945 – 1950, Indonesia
masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin kembali ke Indonesia. Pada saat
itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan baik. Hal itu disebabkan oleh
masih adanya revolusi fisik. Pada awal kemerdekaan masih terdapat sentralisasi
kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4 Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbnyi
sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan
oleh Presiden denan dibantu oleh KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara
Indonesia adalah negara yang absolut pemerintah mengeluarkan :
- Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah
menjadi lembaga legislatif.
- Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai
Politik.
- Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem
pemerintahn presidensil menjadi parlementer
Pelaksanaan demokrasi
pada masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal 1950 –
1959
Masa demokrasi
liberal yang parlementer presiden sebagai lambang atau berkedudukan sebagai
Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini peranan
parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai
politik.
Namun demikian praktik demokrasi
pada masa ini dinilai gagal disebabkan :
- Dominannya partai politik
- Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
- Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
- Bubarkan konstituante
- Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
- Pembentukan MPRS dan DPAS
b. Masa Demokrasi Terpimpin 1959
– 1966
Pengertian demokrasi
terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional
yang progresif revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:
·
Dominasi Presiden
·
Terbatasnya peran partai politik
·
Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi
terpimpin antara lain:
·
Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak
yang dipenjarakan
·
Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan
oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
·
Jaminan HAM lemah
·
Terjadi sentralisasi kekuasaan
·
Terbatasnya peranan pers
·
Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC
(Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa
pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang menjadi tanda akhir dari
pemerintahan Orde Lama.
Pelaksanaan demokrasi
Orde Baru 1966 – 1998
Dinamakan juga demokrasi
pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat
Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru memberi harapan baru pada rakyat
pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan pada masa orde
baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde
baru ini dianggap gagal sebab:
·
Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
·
Rekrutmen politik yang tertutup
·
Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
·
Pengakuan HAM yang terbatas
·
Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
·
Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
·
Terjadinya krisis politik
·
TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
·
Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden
Soeharto untuk turun jadi Presiden.
Pelaksanaan Demokrasi
Reformasi {1998 – Sekarang).
Berakhirnya masa orde baru
ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke Wakil Presiden
BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Masa reformasi berusaha membangun kembali
kehidupan yang demokratis antara lain:
·
Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok
reformasi
·
Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR
tentang Referandum
·
Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan
Negara yang bebas dari KKN
·
Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa
Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III,
IV
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan
pemiluhan umum sudah dua kali yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
Perbedaan – Perbedaan Demokrasi
·
Berkenaan dengan Kedaulatan Rakyat.
a. Demokrasi Liberal
Kedaulatan Rakyat
sepenuhnya dilaksanakan oleh DPR (Parlemen). Dan DPR membentuk serta
memberhentikan Pemerintah/Eksekutif (Kabinet).
b. Demokrasi Terpimpin.
Meskipun secara normatif
konstitusional ditetapkan bahwa Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusya-waratan Rakyat (MPR), namun secara praktis
justru kedaulatan sepenuhnya berada ditangan Presiden. Dan Presiden membentuk
MPR(S) dan DPR-GR berdasarkan Keputusan Presiden
c. Demokrasi Pancasila
(Orba).
Kedaulatan Rakyat
sepenuhnya dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), baru
kemudian MPR membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk
kekuasaan-kekuasaan kepada lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden, DPR, MA,
Bepeka dsb.)
d. Demokrasi Reformasi.
Kedaulatan Rakyat
sepenuhnya tetap berada ditangan rakyat, dan rakyat secara langsung
membagi-bagikan kedaulatan tersebut kedalam bentuk kekuasaan-kekuasaan kepada
lembaga-lembaga negara lainnya (Presiden, MPR, DPR, DPD, MA, MK, dsb.)
·
Berkenaan dengan Pembagian Kekuasaan
a. Demokrasi Liberal
Kekuasaan DPR
(Legislatif) sangat kuat dibandingkan dengan kekuasaan Pemerintah/Kabinet
(Eksekutif), bahkan DPR dapat memberhentikan Pemerintah/Kabinet. Sementara
Presiden hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara saja (Simbol Negara saja).
b. Demokrasi Terpimpin.
Kekuasaan
Pemerintah/Presiden (Eksekutif) sangat kuat (dominan) dibandingkan dengan
kekuasaan DPR (Legislatif), bahkan Presiden dapat membubarkan DPR serta
mengangkat anggota-anggota DPR (GR). Jabatan Presiden ditetapkan untuk masa
seumur hidup, sehingga tidak bisa diberhentikan oleh MPRS.
c. Demokrasi Pancasila
(Orba)
Meskipun secara
normatif konstitusional, ditetapkan :
ü
Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
(Eksekutif) maupun Kepala Negara lebih kuat dibandingkan kekuasaan DPR
(Legislatif).
ü
Kecuali dalam
hal Anggaran Belanja Negara, maka kekuasaan Presiden dibidang legislasi
(pembentukan undang-undang) lebih kuat dibanding-kan kekuasaan DPR
(Legislatif). Namun secara praktis Kekuasaan Pemerintah/Presiden (Eksekutif)
sangat kuat (dominan) dibandingkan dengan kekuasaan DPR (Legislatif), sebagai
akibat adanya Campur tangan Pemerintah didalam kehidupan kepartaian.
ü
Dominasi Pemerintah didalam penyelenggaraan pemilihan
umum anggota Legislatif (termasuk menyeleksi calon-calon Legislatif dari partai
peserta pemilu).
ü
Kewenangan Presiden didalam pengangkatan anggota MPR
dari unsur Utusan Goongan yang jumlahnya cukup besar.
d. Demokrasi Reformasi.
ü
Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
(Eksekutif) maupun Kepala Negara jauh berkurang karena harus dibagi kepada DPR
(Legislatif).
ü
Kekuasaan Presiden dibidang legislasi (pembentukan
undang-undang termasuk UU-APBN) lebih lemah dibandingkan kekuasaan DPR
(Legislatif). Bahkan sebuah Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui oleh
DPR dapat berlaku meskipun tidak disetujui dan tidak diundangkan oleh
Presiden/Pemerintah.
ü
Kekuasaan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
(Eksekutif) menjadi semakin berkurang dengan dilaksanakannya Otonomi
Daerah Berkenaan dengan Mekanisme Pengambilan Keputusan
a. Demokrasi Liberal
Semua keputusan di lembaga perwakilan rakyat
(DPR) diambil berdasarkan voting dengan suara terbanyak.
b. Demokrasi Terpimpin
Semua pengambilan keputusan di lembaga perwakilan
rakyat (MPRS dan DPR-GR) harus berdasarkan musyawarah mufakat (suara bulat). (Ada
Ketetapan MPRS yang khusus menetapkan hal ini).
c. Demokrasi Pancasila
(Orba)
Semua keputusan di
lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR) pertama-tama diambil berdasarkan
musyawarah untuk mufakat, dan jika musyawarah tidak berhasil mencapai mufakat,
maka keputusan diambil berdasarkan voting dengan suara terbanyak. Namun didalam
prakteknya pihak Pemerintah senantiasa mengupayakan agar keputusan di DPR dan
MPR diambil secara musyawarah (suara bulat) untuk membuat kesan bahwa keputusan
tersebut didukung oleh segenap rakyat.
d. Demokrasi Reformasi
Semua keputusan di
lembaga perwakilan rakyat (MPR dan DPR) didalam prakteknya langsung diambil
berdasarkan voting dengan suara terbanyak.
Kesimpulan
Sejak Indonesia merdeka dan
berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, para Pendiri
Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
(selanjutnya disebut “NKRI”) menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti
juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy). Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa
awal kemerdekaan hingga saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang
dijalankan di Indonesia terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang
saling berbeda satu dengan lainnya.
Salah
satu ciri Negara demokratis debawa rule of law adalah terselenggaranya kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga
legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil
presiden maupun kepala daerah. Pemilihan umumbagi suatu Negara demokrasi
berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Harapan dari adanya
demokrasi yang mulai tumbuh adalah ia memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk
kemaslahatan umat dan juga bangsa. Demokrasi di negara yang tidak kuat akan
mengalami masa transisi yang panjang. Dan ini sangat merugikan bangsa dan
negara. Demokrasi di Indonesia memberikan harapan akan tumbuhnya masyarakat
baru yang memiliki kebebasan berpendapat, berserikat, berumpul, berpolitik
dimana masyarakat mengharap adanya iklim ekonomi yang kondusif.
Referensi
http://pikiran-mahasiswa.blogspot.com/2009/03/demokrasi-di-indonesia.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi
http://dondsor.blogster.com/demokrasi_dan_Konstitusi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar