Sabtu, 29 Oktober 2011


PERKEMBANGAN KOTA DEMAK

PENDAHULUAN
Setiap kota tumbuh dan berkembang dengan karakter yang dimilikinya sendiri, dan orang akan berusaha untuk membentuk image terhadap kota tersebut (J.M.Nas,1986). Karakter yang dimilikinya akan membentuk lingkungan binaan dan dipengaruhi oleh kondisi geografis, sosial, ekonomi, budaya, maupun politik di kota tersebut. Pembentukan karakter kota ini bertahap tergantung perkembangan faktor–faktor terkait hingga akhirnya membentuk image kota. Bentukan karakter kota yang ada sekarang ini merupakan pengaruh dari apa yang diperolehnya dari masa lalu dan akan tercermin pada lingkungan binaan kotanya. Karakteristik kota di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pengalaman kota di Jawa karena sistem budaya Jawa ini telah mempengaruhi perkembangan sistem di Indonesia secara menyeluruh. Akan tetapi, terdapat kenyataan bahwa kota–kota di Jawa tidak memperlihatkan kecenderungan pembentukan karakter yang kuat pada lingkungan binaannya dengan mempertahankan apa yang diperolehnya di masa lalu (Wiryomartono, 1995). Hal ini disebabkan oleh pengaruh kolonialisasi oleh bangsa asing. Kolonialisasi yang terjadi juga mengubah tatanan kota yang akhirnya mengubah dan mengganti unsur – unsur yang lama dengan unsur – unsur yang baru. Hal ini merupakan kecenderungan yang meluas pada lingkungan binaan kota di Jawa. Perkembangan kota–kota di Jawa ini secara geografis telah berkembang sebelum abad ke-17 melalui 2 sokoguru perekonomian, yaitu pertanian dan perdagangan.
Sayangnya, setelah masa tersebut kota–kota di Jawa mengalami kemunduran karena kekuatan kolonial Belanda yang semakin kuat. Namun hal ini tidak berarti kemunduran dalam membangun peradaban kotanya, sebaliknya muncul peradaban kota baru sejak masa Daendels-Bosch di abad ke-19 dengan keberadaan permukiman baru di Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya, ataupun Makassar. Perubahan dan tata ruang kemudian semakin pesat dengan modernitas pembangunan sejak tahun 1970-an (Wiryomartono, 1995). Perkembangan kota–kota di Indonesia ini dapat digeneralisasikan menjadi 4 tingkatan atau tahap pembangunan kota, antara lain Kota Indonesia Awal, Kota Indische, Kota Kolonial, dan Kota Modern (J.M. Nas, 1986). Kota Indonesia Awal ini adalah kota– kota yang masih mempunyai struktur yang jelas mengenai aturan–aturan kosmologis dan pola sosio kultural yang direfleksikannya. Kota–kota ini adalah kota–kota yang merupakan kota–kota pada masa kerajaan, seperti Sriwijaya, Kutai, Majapahit, Demak, ataupun Mataram Islam. Kota Indonesia Awal mempunyai 2 tipe, yaitu Kota Pedalaman dengan karakter tradisional dan religius dengan basis aktivitas pertanian dan Kota Pantai yang berbasis pada aktivitas perdagangan. Kota yang termasuk dalam tahap ini antara lain Kota Demak, Gresik, Surakarta, dan Yogyakarta. Kota Indische adalah masa dimana kota–kota di Indonesia mulai berubah semenjak kedatangan Belanda. Kota–kota ditata sedemikian rupa sehingga mirip dengan kota–kota di Belanda yang akhirnya membuat pergeseran pola pemukiman penduduk asli dan menimbulkan stratifikasi sosial dan etnis di kota–kota tersebut. Kota yang termasuk pada masa ini adalah Kota Batavia. Perkembangan selanjutnya adalah Kota Kolonial, yaitu masa dimana kota–kota yang mulai direncanakan pembangunannya sebagai dampak politik etis.K ota Kolonial ini antara lain Kota Semarang.
Tahap akhir dalam perkembangan kota di Indonesia adalah Kota Modern, yang perkembangan kotanya sudah direncanakan secara menyeluruh dan terpadu. Kota yang sudah berada dalam tahap perkembangan ini adalah kota metropolitan Jabodetabek. Selain itu, menurut Koentjaraningrat (dalam Pratomo, 2002) tentang kota–kota Indonesia pada masa pra sejarah bermula dari adanya kota–kota istana, kota–kota pusat keagamaan, dan kota–kota pelabuhan. Kota–kota tersebut memiliki ciri sendiri–sendiri. Kota pusat keagamaan misalnya, akan memiliki susunan spasial yang berkisar di sekitar makam–makam raja, bangunan suci berupa candi, stupa, masjid dan lain-lain, sedangkan kota pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi kota perdagangan akan memiliki susunan spasial yang membatasi pemukiman penduduknya, seperti pemukiman penguasa pelabuhan dan pemukiman para pedagang asing yang diberi nama sesuai menurut negara asal pedagang tersebut seperti Kampung Arab, Kampung Melayu, Kampung Pecinan.
SEJARAH SINGKAT DEMAK
Kurang lebih enam abad silam, berdasarkan letak geografisnya, kawasan yang bernama Demak ternyata tidak terletak di pedalaman yang jaraknya lebih kurang 30 km dari bibir laut Jawa seperti sekarang ini. Kawasan tersebut pada waktu itu berada di dekat Sungai Tuntang yang sumbernya berasal dari Rawa Pening. Geografi kesejarahan mengenai kawasan Demak dapat pula dibaca di buku Dames, yang berjudul “The Soil of East Central Java” (1955). Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Demak dahulu terletak di tepi laut, atau lebih tepatnya berada di tepi Selat Silugangga yang memisahkan Pulau Muria dengan Jawa Tengah. Mengenai ekologi Demak, DR.H.J. De Graaf juga menulis bahwa letak Demak cukup menguntungkan bagi kegiatan perdagangan maupun pertanian. Hal ini disebabkan karena selat yang ada di depannya cukup lebar sehingga perahu dari Semarang yang akan menuju Rembang dapat berlayar dengan bebas melalui Demak. Namun setelah abad XVII Selat Muria tidak dapat dipakai lagi sepanjang tahun karena pendangkalan.                          
Tanggal 28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Demak. Hal ini merujuk pada peristiwa penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan menjadi 28 Maret 1503).Dalam Babat Tanah Jawi, tempat yang bernama Demak berawal dari Raden Patah diperintahkan oleh gurunya (Sunan Ampel) agar merantau ke Barat dan bermukim di sebuah tempat yang terlindung hutan/tanaman Gelagah Wangi letaknya berada di Muara Sungai Tuntang yang sumbernya berada di lereng Gunung Merbabu (Rawa Pening). Menurut Prof.  Soetjipto Wirjosoeprapto, setelah hutan Gelagah Wangi ditebang dan didirikan tetrukan (pemukiman), baru muncul nama Bintoro yang berasal dari kata bethoro (bukit suci bagi penganut agama hindu). Pada kawasan yang berada di sekitar muara Sungai Tuntang, bukit sucinya adalah Gunung Bethoro (Prawoto) yang sekarang masuk daerah Kabupaten Pati.
Menurut beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama bintoro diambil dari nama pohon Bintoro yang dulu banyak tumbuh di sekitar hutan Gelagah Wangi. Ciri-ciri pohon Bintoro mulai dari batang, daun dan bunganya mirip dengan pohon kamboja (apocynaceae), hanya saja buahnya agak menonjol seperti buah apel.
Ada beberapa pendapat mengenai asal nama kota Demak, diantaranya :
·         Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari bahasa Arab “dama” yang artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu kenyataan bahwa daerah Demak memang banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan tanah payau sehingga banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung. Catatan : kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti rawa.
  • Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno “damak”, yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada putranya R. Patah atas bumi bekas hutan Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.
  • Berasal dari bahasa Arab “dummu” yang berarti air mata. Hal ini diibaratkan sebagai kesusahpayahan para muslim dan mubaligh dalam menyiarkan dan mengembangkan agama islam saat itu. Sehingga para mubaligh dan juru dakwah harus banyak prihatin, tekun dan selalu menangis (munajat) kepada Allah SWT memohon pertolongan dan perlindungan serta kekuatan.
Demak merupakan Kasultanan ketiga di Nusantara atau keempat di Asia Tenggara. Ibukotanya Demak yang sekaligus digunakan sebagai pusat pemerintahan dan pusat penyebaran agama Islam yang diprakarsai oleh para Wali (Wali Songo). Ketika orang Portugis datang ke Nusantara, Majapahit yang agung sudah tidak ada lagi. Menurut catatan pada tahun 1515 Kasultanan Bintoro sudah memiliki wilayah yang luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon. Pengaruh Demak terus meluas hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri). Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri Raden Patah) yang berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan Selatan, Kotawaringin (Kalimantan Tengah). Menurut hikayat Banjar diceritakan bahwa masyarakat Banjar dulu yang meng-islam-kan adalah penghulu Demak (Bintoro) dan yang pertama kali di-islam-kan adalah Pangeran Natas Angin yang kelak dimakamkan di Komplek Pemakaman Masjid Agung Demak. Di daerah Nusa Tenggara Barat perkembangan agama Islam dipelopori oleh Ki Ageng Prapen dan Syayid Ali Murtoko, adik kandung Sunan Ampel yang berkedudukan di Bima.                
Pada masa Kasultanan Demak diperintah oleh Sultan Trenggono, wilayah nusantara benar-benar dapat dipersatukan kembali. Terlebih lagi dengan adanya Fatahillah, Putera Mahkota Sultan Samodera Pasai yang menjadi menantu Raden Patah. Dialah yang berhasil mengusir orang-orang Portugis dari kota Banten dan berhasil menyatukan kerajaan Pasundan yang sudah rapuh. Dengan demikian seluruh pantai utara Jawa Barat sampai Panarukan Jawa Timur (1525-1526) dikuasai oleh Kasultanan Bintoro. Sementara itu Kediri takluk pada tahun 1527 yang berturut-turut kemudian diikuti oleh kawasan yang ada di pedalaman. Sampai akhirnya Blambangan yang letaknya berada di pojok tenggara Jawa Timur menyerah tahun 1546. Disinilah Sultan Trenggono gugur di medan pertempuran ketika berhadapan dengan Prabu Udoro (Brawijaya VII). Bukti sejarah masa kejayaan Kasultanan Bintoro adalah Masjid Agung Demak.
TATA KOTA KABUPATEN DEMAK
Pembentukan setting kawasan kota-kota di pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh perpaduan antara kebudayaan Hindu- Budha, serta Islam. Pada masa perkembangan agama Islam di pulau Jawa-pun, pembentukan setting kawasan lingkungannya pun masih terpengaruh dari unsur Hindu-Budha. Pada masa perkembangan agama Islam di pulau Jawa, kegiatan religius diberi tempat sebagai bagian sentral dari kekuasaan, sebagai contoh pada kerajaan Demak, tata letak masjid yang sengaja didekatkan pada pusat kekuasaan dari kerajaan Demak. Dasar inilah yang mempengaruhi bentuk setting kawasan dari pusat kota-kota Islam di Jawa Pengaruh budaya lokal (Hindu-Budha) pada penataan setting kawasan pada masa perkembangan agama Islam pada saat itu terlihat pada kecenderungan perletakaan antara makam dan masjid menjadi suatu komplek, sebenarnya agama Islam sendiri tidak mengajarkan manusia untuk menghormat kepada makam. Ini merupakan pengaruh budaya lokal pada setting kawasan yang ditafsirkan oleh Wali Sanga pada saat itu. Bahkan para Wali tersebut meminta untuk dikuburkan di dekat dengan masjid yang didirikannya, seperti makam dan masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu dapat digunakan sebagai contoh. Kaitan antara makam dan pusat peribadatan sebagai suatu tradisi ditunjukkan setelah kerajaan-kerajaan Islam-Jawa berdiri, dari Demak, Kudus, Jepara, sampai Jogjakarta dan Surakarta. Bahkan pada masjid Demak yang pada saat itu merupakan pusat pemerintahan juga menjadi satu dengan kompleks makam pada raja-raja Demak. Melihat peran dan letak masjid dalam perkembangan setting lingkungan di Jawa, bangunan ini menjadi suatu elemen struktur bagi pusat kota. Dalam kenyataan fisiknya, yang disebut kuta atau negara itu selalu memiliki halun-halun, yang lebih dikenal dengan sebutan alun-alun. Sedangkan bentuk alun-alun yang selalu segi empat, berdasar dari alun-alun merupakan pusat orientasi spatial, yang terdiri dari empat unsur pembentuk keberadaan alam/ bhuwana : air, api, bumi, udara. (adat yang dianut oleh masyarakat Jawa). Dasar inilah yang kemudian diturunkan dalam tata ruang pada kawasan alun-alun.
·      Setting kawasan demak terdahulu                                                                                              Kota tua Jawa Islam yang hingga kini masih dapat dilihat Struktur setting kawasannya adalah Demak dan Kudus. Bagian kota Demak yang masih banyak meninggalkan petunjuk gagasan negara kota, nampak pada daerah yang kini disebut Kauman, Pecinan, dan Siti Hinggil.
·      Setting kabupaten Demak Bintoro                                                                                 
Pada setting kawasan ini masjid terletak di pusat kota, ini merupakan pengaruh dari prinsip kerajaan Islam pada saat itu yaitu kegiatan religius juga yang merupakan dasar dari pembentukan setting kawasan pada komplek ziarah makam agama Islam dari Wali Songo itu sendiri, hanya dengan skala yang lebih kecil.Struktur pusat Demak kemungkinan merujuk pada ibukota Majapahit dengan skala yang lebih kecil. Di dalam struktur ini halun-halun menjadi struktur pengikat bagi Dalem/ Keraton maupun masjid yang bersangkutan.
·      Keadaan Masjid Demak Dahulu                                                                                 
Masjid Agung Demak yang merupakan pusat kegiatan religius dan pemerintahan Demak Bintoro pada saat itu. Pada komplek Masjid Demak sendiri juga menyatu dengan komplek dari makam raja-raja Demak Bintoro beserta karabatnya, yang terletak pada bagian barat dari kompleks masjid.
·      Setting kawasan demak sekarang                                                                                            Setting kawasan dari pusat kota Demak sendiri didominasi oleh bangunan-bangunan baru, kecuali bangunan Masjid Demak. Bangunan-bangunan yang terdapat di sekitar alun-alun kota Demak antara lain: masjid Demak, penjara, kantor pemerintahan Kota Demak, dan kabupaten sebagai pusat pemerintahan kota Demak sendiri.
KABUPATEN DEMAK
Kabupaten Demak, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Demak. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat,Kabupaten Jepara di utara, Kabupaten Kudus di timur, Kabupaten Grobogan di tenggara, serta Kota Semarang dan Kabupaten Semarang di sebelah barat.
·      Geografi
Kabupaten Demak adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang terletak pada 6º43'26" - 7º09'43" LS dan 110º48'47" BT dan terletak sekitar 25 km di sebelah timur Kota Semarang. Demak dilalui jalan negara (pantura) yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya-Banyuwangi. Kabupaten Demak memiliki luas wilayah seluas ± 1.149,77 KM², yang terdiri dari daratan seluas ± 897,43 KM², dan lautan seluas ± 252,34 KM². Sedangkan kondisi tekstur tanahnya, wilayah Kabupaten Demak terdiri atas tekstur tanah halus (liat) dan tekstur tanah sedang (lempung).  Dilihat dari sudut kemiringan tanah, rata-rata datar. Dengan ketinggian permukaan tanah dari permukaan air laut (sudut elevasi) wilayah Kabupaten Demak terletak mulai dari 0 M sampai dengan 100 M. Beberapa sungai yang mengalir di Demak antara lain: Kali TuntangKali Buyaran, dan yang terbesar adalah Kali Serang yang membatasi Kabupaten Demak dengan Kabupaten Kudus dan Jepara. Kabupaten Demak mempunyai pantai sepanjang 34,1 Km, terbentang di 13 desa yaitu desa Sriwulan, Bedono, Timbulsloko dan Surodadi (Kecamatan Sayung), kemudian Desa Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa Morodemak, Purworejo dan Desa Betahwalang (Kecamatan Bonang) selanjutnya Desa Wedung, Berahankulon, Berahanwetan, Wedung dan Babalan (Kecamatan Wedung). Sepanjang pantai Demak ditumbuhi vegetasi mangrove seluas sekitar 476 Ha.
·      Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Demak berdasarkan hasil registrasi tahun 2008 adalah sebanyak 1.073.187. Terdiri atas 531.606 (49,54%) laki-laki dan 541.581 (50,46%) perempuan. Jumlah penduduk ini naik sebanyak : 30.076 orang atau sekitar 2,88% dari tahun sebelumnya.Dilihat dari kepadatan penduduk pada tahun 2007 kepadatan penduduk  kabupaten Demak mencapai 1.176 orang/km2. Adapun jumlah penduduk tersebut dirinci menurut lapangan usaha :
a.    Pertanian : 219.635
b.    Industri : 119.156
c.    Perdagangan : 107.752
d.    Transportasi : 24.558
e.    Jasa : 54.137
Selanjutnya tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan. Adapun yang dimaksud dengan penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun keatas. Penduduk usia kerja ini dibedakan sebagai angkatan kerja yang terdiri dari bekerja dan mencari pekerjaan. Penduduk Kabupaten Demak usia 15 tahun ke atas yang bekerja pada tahun 2008 sebanyak 525.238 orang yang terdiri atas laki-laki 309.071 dan perempuan 216.167.
·      Kesehatan
Peningkatan status kesehatan dan gizi dalam suatu masyarakat sangat penting dalam upaya peningkatan kwualitas manusia dalam aspek lainnya, seperti pendidikan dan produktivitas tenaga kerja. Tercapainya kualitas kesehatan dan gizi yang baik tidak hanya penting untuk generasi sekarang tetapi juga bagi generasi berikutnya. Tersedianya fasilitas meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat. Pada tahun 2008 untuk jumlah Rumah Sakit Umum Pemerintah sebanyak 1 (satu) unit, sementara Rumah Sakit Swasta tercatat 2 (dua) unit kemudian Balai Pengobatan sebanyak 35 (tigapuluh lima) unit dan Balai Persalinan sebanyak 15 (limabelas) unit. Di samping itu sarana kesehatan lain yang mendukung adalah tersedianya Puskesmas yang tersebar di semua kecamatan sejumlah 26 (duapuluh enam) unit. Fasilitas kesehatan lainnya adalah apotik, toko obat yang merupakan sarana penyedia obat yang mudah dijadikan oleh masyarakat. Selain itu sarana kesehatan lain yang berupa tenaga kesehatan adalah 12 (dua belas) Dokter Spesialis, 56 (lima puluh enam) dokter umum, 18 (delapan belas) dokter gigi, 5 (lima) apoteker, 38 (tiga puluh delapan) sarjana kesehatan, 27 (duapuluh tujuh) sarjana muda kesehatan , 225 (duaratus dua puluh lima) perawat, 4 (empat) perawat khusus gigi dan 200 (duaratus) bidan.
·      Pendidikan
Pendidikan sangat diperlukan oleh setiap penduduk, bahkan setiap penduduk berhak untuk dapat mengenyam pendidikan khususnya usia sekolah dasar (7 – 12 tahun). Keberhasilan pendidikan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasarana pendidikan seperti sekolah dan tenaga pendidikan (guru) yang memadai. Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan pada tahun 2008 diketahui ada 571 (lima ratus tujuhpuluh satu) Sekolah Dasar (SD), 63 (enampuluh tiga) SMP, 45 (empat puluh lima) SMA dan SMK baik negeri maupun swasta serta 1 (satu) Perguruan Tinggi. Sedangkan jumlah guru SD sebanyak 5.536 orang, SMP sebanyak 1.620 orang, SMA dan SMK sebanyak 1.316 orang serta 70 orang tenaga pengajar di tingkat Perguruan Tinggi. Dari jumlah guru dan siswa tersebut di atas dapat dihitung Rasio murid terhadap guru untuk SD 25%, untuk SMP 15,5% dan SMA 39%. Di bidang Pendidikan Keagamaan, jumlah Madrasah Negeri maupun Swasta adalah sebagai berikut, untuk tingkat MI (Madrasah Ibtidaiyah) berjumlah 108 lembaga, tingkat MTs (Madrasah Tsanawiyah) berjumlah 106 lembaga dan tingkat MA (Madrasah Aliyah) berjumlah 47 lembaga. Adapun jumlah siswa MI sebanyak 21.764 siswa, siswa MTs sebanyak 33.648 siswa, dan siswa MA sebanyak 11.011 siswa.
·      Kesejahteraan Sosial
Perlindungan dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasusilaan, bencana alam dan bencana sosial lain. Pembangunan kesejahteraan sosial dilaksanakan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial dan masyarakat tidak mampu. Pelayanan sosial memerlukan pengembangan melalui keterpaduan upaya antara lain bimbingan santunan, dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat. Menurut data dari Dinas Kesejahteraan Sosial tahun 2008 ini jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial sebanyak 107.088 orang. Adapun jumlah Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial terdiri dari 247 Karang Taruna, 1.232 orang Pekerja Sosial Masyarakat dan 51 Organisasi Sosial berupa 46 Panti Sosial Asuhan Anak, 1 Panti Sosial Tresna Wredha, 2 Panti Sosial Psikotik, 1 Panti Sosial Bina Rungu Wicara dan 1 Panti Sosial Pamardi Putra.


·      Agama
Kehidupan beragama yang harmonis sangat didambakan masyarakat. Beragamnya tempat peribadatan merupakan salah satu bukti kerukunan agama diantara umat. Banyaknya tempat peribadatan di Kabupaten Demak tahun 2008 mencapai 4.493 buah, berupa masjid/ musholla sebanyak 4.463 buah, gereja sebanyak 26 buah, maupun kelenteng sebanyak 1 buah. Dalam pembangunan bidang keagamaan, di kabupaten Demak didukung pula dengan adanya 180 buah Pondok Pesantren dengan jumlah santri tercatat sebanyak 34.100 orang. Dilihat dari banyaknya pemeluk agama, penduduk Kabupaten Demak mayoritas beragama Islam yaitu mencapai 98,82 persen dari total penduduk, sisanya terbagi penduduk beragama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Jumlah jamaah haji yang berasal dari Kabupaten Demak pada tahun 2008 berjumlah 1.425 orang.
·      Pertanian
Jambu Air Merah Delima merupakan buah khas yang tumbuh tersebar di Kecamatan Wonosalam, Mijen, Guntur, Wedung dan Demak Kota. Kekhasan dari jambu air ini adalah rasa manis dan buahnya tebal
·      Pembagian administratif
Kabupaten Demak terdiri atas 14 kecamatan yaitu kecamatan Demak, Wonosalam, Karang Tengah, Bonang, Wedung, Mijen, Karang Anyar, Gajah, Dempet, Guntur, Sayung, Mranggen, Karang Awen dan Kebon Agung, yang dibagi lagi atas sejumlah 249 desa dan kelurahan terdiri dari 243 desa dan 6 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Demak.
·      Wisata
a.    Wisata Bahari Morosari, di Bedono
b.    Masjid Agung Demak, di Bintoro
c.    Makam Sunan Kalijaga, di Kadilangu
d.    Makam Raden Patah, di Bintoro
·      Makanan dan Minuman
Makanan dan Minuman khas Demak, yaitu:
a.       Nasi Ndoreng = Terbuat dari Nasi, Kuluban, Pelas (Botok).
b.      Wedang Pekak = Terbuat dari Jahe, gula jawa, gula pasir, jeruk purut, serai, kayu manis, pekak.
c.       Sengkulan = Terbuat dari Tepung Ketan, santan kanil, gula pasir, garam, pewarna makanan.
d.      Belimbing Demak (Averrhoa Carambola Kultivar Demak)
e.       Jambu Demak (Jambu Citra Delima)
f.        Botok Telur Asin
·           Potensi
a.    Sentra Belimbing Demak, di Betokan
b.    Sentra Jambu Demak, di Tempuran
c.    Kesenian Batik Demak, di Karangmlati
d.    Industri Krupuk, di Ngaluran
e.    Industri Tempe, di Bandungrejo
GREBEG BESAR
Catatan sejarah Kabupaten Demak memang tidak bisa lepas dari perjuangan para Wali Sanga sebagai penyebar agama Islam di pulau Jawa yang melakukan aktivitasnya pada abad XV. Figur utamanya adalah Sultan Fatah dan Sunan Kalijaga yang diakui merupakan tokoh besar dan berpengaruh dalam lintas sejarah Kabupaten Demak. Sehingga tidak mengherankan jika kemudian ada beragam acara dan kegiatan ritual yang diperkenalkan oleh kedua tokoh itu masih berlangsung sampai saat ini dan menjadi semacam ritual yang selalu di nantikan orang, tidak hanya oleh warga Kota Wali sendiri tetapi juga oleh masyarakat luar daerah.                                                                                                                                         Menurut data sejarah, tradisi grebeg besar sebenarnya pada awalnya tidak hanya sekali setahun pada saat Idul Adha. Semula ada empat Grebeg Besar, yaitu Grebeg Maulid, Grebeg Dal, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar. Kegiatan yang masih berlangsung adalah Grebeg Besar yang sampai sekarang masih menjadi bagian tradisi bernilai jual.
Sementara itu, di luar Kabupaten Demak juga dikenal perayaan sejenis. Solo, Yokyakarta, dan Cirebon, dengan latar belakang sejarah masing-masing daerah yang berbeda, tetapi pada intinya adalah bentuk penghargaan terhadap para pendahulu yang telah berjasa kepada daerah ini.                                                                                                                                             Ritual acara Grebeg Besar diawali dengan saling silaturahmi antara pihak Kasepuhan Kadilangu dan Bupati Demak. Didahului kunjungan Bupati ke Sasono Rengga Kadilangu, selanjutnya sesepuh Kadilangu dan keluarga kasepuhan bersilaturahmi menghadap Bupati dan biasanya mereka diterima di ruang tamu Bupati. Usai bersilaturahmi tersebut, Bupati dan Wakil Bupati bersama Ketua DPRD, Muspida Demak, dan jajaran pemerintah kabupaten Demak berziarah ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro di kompleks Masjid Agung Demak. Hal ini dilanjutkan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di desa Kadilangu. Setelah itu rombongan meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar di lapangan Tembiring. Usai acara silaturahmi berakhir, dimulailah semua kegiatan keramaian di seantero Demak Kota.                                                                                                                                     
Kemudian, pada malam menjelang Idul Adha diadakan acara Tumpeng Sembilan yang menggambarkan jumlah 9 wali (Wali Sanga) diserahkan oleh Bupati kepada Takmir Masjid Agung Demak untuk dibagikan kepada para pengunjung. Dalam acara Tumpeng Sembilan selalu di penuhi oleh warga masyarakat yang ingin ngalap berkah dengan mengharap mendapat bagian dari tumpeng yang dibagikan tersebut. Tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah diadakan acara penjamasan Kutang Ontokusuma yang di mulai setelah selesai Shalat Idul Adha. Khusus untuk acara penjamasan Kutang Ontokusuma melalui prosesi arak-arakan Prajurit Patang Puluhan yang berjalan dari Pendopo Kabupaten Demak menuju Kadilangu sejauh 2,5 km. Ini merupakan hiburan yang paling menyedot perhatian masyarakat karena sepanjang perjalanan yang dilalui Prajurit Patang Puluhan itu selalu penuh oleh masyarakat yang ingin melihat dari dekat. Sebuah fenomena yang sangat menarik karena merupakan suatu gambaran yang nyata peristiwa menyatunya pejabat dengan rakyat dalam satu tempat sehingga tampak sebuah kerukunan dan kebersamaan langkah untuk menggapai cita- cita.                                                                                                                           Bila zaman dahulu diadakan ritual mampu menghilangkan marabahaya, maka untuk saat ini kita perlu mengubah pandangan tersebut menjadi sebuah konsep yang modern, yaitu mencari alternatif penyelesaian masalah dengan cara koordinasi dan konsolidasi pemerintah dengan masyarakat. Ini bisa menjadi lebih baik dan membawa kemajuan Kota Wali. Betapa besar arti Grebeg Besar bagi Kabupaten ini. Watak Religius Inilah watak religius masyarakat Kabupaten Demak yang selalu menghormati ajaran dan tradisi leluhur, khususnya para Wali tentang keimanan dan ketaqwaan. Bukan hanya sekadar menjalankan ajaran wajib dalam agama tetapi juga tradisi dan budaya Islami yang di kembangkan para Wali untuk menarik perhatian dan membawa masyarakat waktu itu untuk mengikuti ajaran yang mereka sebarkan. Seandainya pelaksanaannya tidak bersamaan dengan Idul Adha mungkin tidak seramai sekarang. Ada kepercayaan pameo yang mengatakan, barang siapa menghadiri Grebeg Besar Demak tujuh kali berturut-turut, sama nilainya dengan telah melaksanakan Ibadah Haji.            Grebeg Besar bagi pemerintah Kabupaten Demak juga memiliki arti penting, yakni sebagai salah satu sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah), melalui biaya sewa kapling-kapling tanah yang disewakan selama perayaan Grebeg. Hal ini ditambah pemasukan dari hasil penjualan tiket masuk ke area keramaian Grebeg Besar. Sementara itu, bagi warga Kota Wali, Grebeg Besar merupakan kesempatan yang luas untuk mendapatkan tambahan penghasilan dengan keterlibatannya dalam kegiatan, seperti mempromosikan aneka hasil pertanian, kerajinan serta industri kecil lainnya. Demikian besar arti Grebeg Besar bagi Kabupaten Demak sehingga kita perlu membuat inovasi-inovasi kreatif agar mampu meningkatkan kualitasnya. Perubahan- perubahan untuk perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan Kabupaten Demak. Perlu daya tarik agar mampu membangkitkan kebanggaan setiap warga.

1 komentar: