PERKEMBANGAN KOTA
DEMAK
PENDAHULUAN
Setiap kota tumbuh dan berkembang dengan karakter yang
dimilikinya sendiri, dan orang akan berusaha untuk membentuk image terhadap
kota tersebut (J.M.Nas,1986). Karakter yang dimilikinya akan membentuk
lingkungan binaan dan dipengaruhi oleh kondisi geografis, sosial, ekonomi,
budaya, maupun politik di kota tersebut. Pembentukan karakter kota ini bertahap
tergantung perkembangan faktor–faktor terkait hingga akhirnya membentuk image
kota. Bentukan karakter kota yang ada sekarang ini merupakan pengaruh dari
apa yang diperolehnya dari masa lalu dan akan tercermin pada lingkungan binaan
kotanya. Karakteristik kota di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari pengalaman
kota di Jawa karena sistem budaya Jawa ini telah mempengaruhi perkembangan
sistem di Indonesia secara menyeluruh. Akan tetapi, terdapat kenyataan bahwa
kota–kota di Jawa tidak memperlihatkan kecenderungan pembentukan karakter yang
kuat pada lingkungan binaannya dengan mempertahankan apa yang diperolehnya di
masa lalu (Wiryomartono, 1995). Hal ini disebabkan oleh pengaruh kolonialisasi
oleh bangsa asing. Kolonialisasi yang terjadi juga mengubah tatanan kota yang
akhirnya mengubah dan mengganti unsur – unsur yang lama dengan unsur – unsur
yang baru. Hal ini merupakan kecenderungan yang meluas pada lingkungan binaan
kota di Jawa. Perkembangan kota–kota di Jawa ini secara geografis telah
berkembang sebelum abad ke-17 melalui 2 sokoguru perekonomian, yaitu pertanian
dan perdagangan.
Sayangnya, setelah masa tersebut kota–kota di Jawa
mengalami kemunduran karena kekuatan kolonial Belanda yang semakin kuat. Namun
hal ini tidak berarti kemunduran dalam membangun peradaban kotanya, sebaliknya
muncul peradaban kota baru sejak masa Daendels-Bosch di abad ke-19 dengan
keberadaan permukiman baru di Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya, ataupun
Makassar. Perubahan dan tata ruang kemudian semakin pesat dengan modernitas
pembangunan sejak tahun 1970-an (Wiryomartono, 1995). Perkembangan kota–kota di
Indonesia ini dapat digeneralisasikan menjadi 4 tingkatan atau tahap
pembangunan kota, antara lain Kota Indonesia Awal, Kota Indische, Kota
Kolonial, dan Kota Modern (J.M. Nas, 1986). Kota Indonesia Awal ini adalah
kota– kota yang masih mempunyai struktur yang jelas mengenai aturan–aturan kosmologis
dan pola sosio kultural yang direfleksikannya. Kota–kota ini adalah kota–kota
yang merupakan kota–kota pada masa kerajaan, seperti Sriwijaya, Kutai,
Majapahit, Demak, ataupun Mataram Islam. Kota Indonesia Awal mempunyai 2 tipe,
yaitu Kota Pedalaman dengan karakter tradisional dan religius dengan basis
aktivitas pertanian dan Kota Pantai yang berbasis pada aktivitas perdagangan.
Kota yang termasuk dalam tahap ini antara lain Kota Demak, Gresik, Surakarta,
dan Yogyakarta. Kota Indische adalah masa dimana kota–kota di Indonesia
mulai berubah semenjak kedatangan Belanda. Kota–kota ditata sedemikian rupa
sehingga mirip dengan kota–kota di Belanda yang akhirnya membuat pergeseran
pola pemukiman penduduk asli dan menimbulkan stratifikasi sosial dan etnis di
kota–kota tersebut. Kota yang termasuk pada masa ini adalah Kota Batavia.
Perkembangan selanjutnya adalah Kota Kolonial, yaitu masa dimana kota–kota yang
mulai direncanakan pembangunannya sebagai dampak politik etis.K ota Kolonial
ini antara lain Kota Semarang.
Tahap
akhir dalam perkembangan kota di Indonesia adalah Kota Modern, yang perkembangan
kotanya sudah direncanakan secara menyeluruh dan terpadu. Kota yang sudah
berada dalam tahap perkembangan ini adalah kota metropolitan Jabodetabek. Selain
itu, menurut Koentjaraningrat (dalam Pratomo, 2002) tentang kota–kota Indonesia
pada masa pra sejarah bermula dari adanya kota–kota istana, kota–kota pusat keagamaan,
dan kota–kota pelabuhan. Kota–kota tersebut memiliki ciri sendiri–sendiri. Kota
pusat keagamaan misalnya, akan memiliki susunan spasial yang berkisar di
sekitar makam–makam raja, bangunan suci berupa candi, stupa, masjid dan
lain-lain, sedangkan kota pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi kota
perdagangan akan memiliki susunan spasial yang membatasi pemukiman penduduknya,
seperti pemukiman penguasa pelabuhan dan pemukiman para pedagang asing yang
diberi nama sesuai menurut negara asal pedagang tersebut seperti Kampung Arab,
Kampung Melayu, Kampung Pecinan.
SEJARAH SINGKAT DEMAK
Kurang lebih enam abad silam, berdasarkan letak
geografisnya, kawasan yang bernama Demak ternyata tidak terletak di pedalaman
yang jaraknya lebih kurang 30 km dari bibir laut Jawa seperti sekarang ini.
Kawasan tersebut pada waktu itu berada di dekat Sungai Tuntang yang sumbernya
berasal dari Rawa Pening. Geografi kesejarahan mengenai kawasan Demak dapat
pula dibaca di buku Dames, yang berjudul “The Soil of East Central Java”
(1955). Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa Demak dahulu terletak di tepi
laut, atau lebih tepatnya berada di tepi Selat Silugangga yang memisahkan Pulau
Muria dengan Jawa Tengah. Mengenai ekologi Demak, DR.H.J. De Graaf juga menulis
bahwa letak Demak cukup menguntungkan bagi kegiatan perdagangan maupun
pertanian. Hal ini disebabkan karena selat yang ada di depannya cukup lebar
sehingga perahu dari Semarang yang akan menuju Rembang dapat berlayar dengan
bebas melalui Demak. Namun setelah abad XVII Selat Muria tidak dapat dipakai
lagi sepanjang tahun karena pendangkalan.
Tanggal
28 Maret 1503 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Demak. Hal ini merujuk
pada peristiwa penobatan Raden Patah menjadi Sultan Bintoro yang jatuh pada
tanggal 12 Rabiulawal atau 12 Mulud Tahun 1425 Saka (dikonversikan menjadi 28
Maret 1503).Dalam Babat Tanah Jawi, tempat yang bernama Demak berawal dari
Raden Patah diperintahkan oleh gurunya (Sunan Ampel) agar merantau ke Barat dan
bermukim di sebuah tempat yang terlindung hutan/tanaman Gelagah Wangi letaknya
berada di Muara Sungai Tuntang yang sumbernya berada di lereng Gunung Merbabu
(Rawa Pening). Menurut Prof. Soetjipto
Wirjosoeprapto, setelah hutan Gelagah Wangi ditebang dan didirikan tetrukan
(pemukiman), baru muncul nama Bintoro yang berasal dari kata bethoro (bukit
suci bagi penganut agama hindu). Pada kawasan yang berada di sekitar muara
Sungai Tuntang, bukit sucinya adalah Gunung Bethoro (Prawoto) yang sekarang
masuk daerah Kabupaten Pati.
Menurut beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama
bintoro diambil dari nama pohon Bintoro yang dulu banyak tumbuh di sekitar hutan
Gelagah Wangi. Ciri-ciri pohon Bintoro mulai dari batang, daun dan bunganya
mirip dengan pohon kamboja (apocynaceae), hanya saja buahnya agak menonjol
seperti buah apel.
Ada beberapa pendapat mengenai asal nama kota Demak,
diantaranya :
·
Prof.DR. Hamka menafsirkan kata Demak berasal dari
bahasa Arab “dama” yang artinya mata air. Selanjutnya penulis Sholihin Salam
juga menjelaskan bahwa Demak berasal dari bahasa Arab diambil dari kata “dzimaa
in” yang berarti sesuatu yang mengandung air (rawa-rawa). Suatu kenyataan bahwa
daerah Demak memang banyak mengandung air; Karena banyaknya rawa dan tanah
payau sehingga banyak tebat (kolam) atau sebangsa telaga tempat air tertampung.
Catatan : kata delamak dari bahasa Sansekerta berarti rawa.
- Menurut Prof. Slamet Mulyono, Demak berasal dari bahasa Jawa Kuno
“damak”, yang berarti anugerah. Bumi Bintoro saat itu oleh Prabu
Kertabhumi Brawijaya V dianugerahkan kepada putranya R. Patah atas bumi
bekas hutan Gelagah Wangi. Dasar etimologisnya adalah Kitab Kekawin Ramayana
yang berbunyi “Wineh Demak Kapwo Yotho Karamanyo”.
- Berasal dari bahasa Arab “dummu” yang berarti air mata. Hal ini
diibaratkan sebagai kesusahpayahan para muslim dan mubaligh dalam
menyiarkan dan mengembangkan agama islam saat itu. Sehingga para mubaligh
dan juru dakwah harus banyak prihatin, tekun dan selalu menangis (munajat)
kepada Allah SWT memohon pertolongan dan perlindungan serta kekuatan.
Demak
merupakan Kasultanan ketiga di Nusantara atau keempat di Asia Tenggara.
Ibukotanya Demak yang sekaligus digunakan sebagai pusat pemerintahan dan pusat
penyebaran agama Islam yang diprakarsai oleh para Wali (Wali Songo). Ketika
orang Portugis datang ke Nusantara, Majapahit yang agung sudah tidak ada lagi.
Menurut catatan pada tahun 1515 Kasultanan Bintoro sudah memiliki wilayah yang
luas dari kawasan induknya ke barat hingga Cirebon. Pengaruh Demak terus meluas
hingga meliputi Aceh yang dipelopori oleh Syeh Maulana Ishak (Ayah Sunan Giri).
Kemudian Palembang, Jambi, Bangka yang dipelopori Adipati Aryo Damar (Ayah Tiri
Raden Patah) yang berkedudukan di Palembang; dan beberapa daerah di Kalimantan
Selatan, Kotawaringin (Kalimantan Tengah). Menurut hikayat Banjar diceritakan
bahwa masyarakat Banjar dulu yang meng-islam-kan adalah penghulu Demak
(Bintoro) dan yang pertama kali di-islam-kan adalah Pangeran Natas Angin yang
kelak dimakamkan di Komplek Pemakaman Masjid Agung Demak. Di daerah Nusa
Tenggara Barat perkembangan agama Islam dipelopori oleh Ki Ageng Prapen dan
Syayid Ali Murtoko, adik kandung Sunan Ampel yang berkedudukan di Bima.
Pada masa Kasultanan Demak
diperintah oleh Sultan Trenggono, wilayah nusantara benar-benar dapat
dipersatukan kembali. Terlebih lagi dengan adanya Fatahillah, Putera Mahkota
Sultan Samodera Pasai yang menjadi menantu Raden Patah. Dialah yang berhasil
mengusir orang-orang Portugis dari kota Banten dan berhasil menyatukan kerajaan
Pasundan yang sudah rapuh. Dengan demikian seluruh pantai utara Jawa Barat
sampai Panarukan Jawa Timur (1525-1526) dikuasai oleh Kasultanan Bintoro. Sementara
itu Kediri takluk pada tahun 1527 yang berturut-turut kemudian diikuti oleh
kawasan yang ada di pedalaman. Sampai akhirnya Blambangan yang letaknya berada
di pojok tenggara Jawa Timur menyerah tahun 1546. Disinilah Sultan Trenggono
gugur di medan pertempuran ketika berhadapan dengan Prabu Udoro (Brawijaya
VII). Bukti sejarah masa kejayaan Kasultanan Bintoro adalah Masjid Agung Demak.
TATA KOTA KABUPATEN DEMAK
Pembentukan setting kawasan
kota-kota di pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh perpaduan antara kebudayaan
Hindu- Budha, serta Islam. Pada masa perkembangan agama Islam di pulau
Jawa-pun, pembentukan setting kawasan lingkungannya pun masih terpengaruh dari
unsur Hindu-Budha. Pada masa
perkembangan agama Islam di pulau Jawa, kegiatan religius diberi tempat sebagai
bagian sentral dari kekuasaan, sebagai contoh pada kerajaan Demak, tata letak
masjid yang sengaja didekatkan pada pusat kekuasaan dari kerajaan Demak. Dasar
inilah yang mempengaruhi bentuk setting kawasan dari pusat kota-kota Islam di
Jawa Pengaruh budaya lokal (Hindu-Budha)
pada penataan setting kawasan pada masa perkembangan agama Islam pada saat itu
terlihat pada kecenderungan perletakaan antara makam dan masjid menjadi suatu
komplek, sebenarnya agama Islam sendiri tidak mengajarkan manusia untuk
menghormat kepada makam. Ini merupakan pengaruh budaya lokal pada setting
kawasan yang ditafsirkan oleh Wali Sanga pada saat itu. Bahkan para Wali
tersebut meminta untuk dikuburkan di dekat dengan masjid yang didirikannya,
seperti makam dan masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu dapat digunakan sebagai
contoh. Kaitan antara makam dan pusat peribadatan sebagai suatu tradisi
ditunjukkan setelah kerajaan-kerajaan Islam-Jawa berdiri, dari Demak, Kudus,
Jepara, sampai Jogjakarta dan Surakarta. Bahkan pada masjid Demak yang pada
saat itu merupakan pusat pemerintahan juga menjadi satu dengan kompleks makam
pada raja-raja Demak. Melihat peran dan letak masjid dalam perkembangan setting
lingkungan di Jawa, bangunan ini menjadi suatu elemen struktur bagi pusat kota.
Dalam kenyataan fisiknya, yang disebut kuta atau negara itu selalu memiliki
halun-halun, yang lebih dikenal dengan sebutan alun-alun. Sedangkan bentuk
alun-alun yang selalu segi empat, berdasar dari alun-alun merupakan pusat
orientasi spatial, yang terdiri dari empat unsur pembentuk keberadaan alam/
bhuwana : air, api, bumi, udara. (adat yang dianut oleh masyarakat Jawa). Dasar
inilah yang kemudian diturunkan dalam tata ruang pada kawasan alun-alun.
· Setting kawasan demak terdahulu Kota tua
Jawa Islam yang hingga kini masih dapat dilihat Struktur setting kawasannya
adalah Demak dan Kudus. Bagian kota Demak yang masih banyak meninggalkan
petunjuk gagasan negara kota, nampak pada daerah yang kini disebut Kauman,
Pecinan, dan Siti Hinggil.
·
Setting
kabupaten Demak Bintoro
Pada
setting kawasan ini masjid terletak di pusat kota, ini merupakan pengaruh dari
prinsip kerajaan Islam pada saat itu yaitu kegiatan religius juga yang
merupakan dasar dari pembentukan setting kawasan pada komplek ziarah makam
agama Islam dari Wali Songo itu sendiri, hanya dengan skala yang lebih
kecil.Struktur pusat Demak kemungkinan merujuk pada ibukota Majapahit dengan
skala yang lebih kecil. Di dalam struktur ini halun-halun menjadi struktur
pengikat bagi Dalem/ Keraton maupun masjid yang bersangkutan.
·
Keadaan
Masjid Demak Dahulu
Masjid
Agung Demak yang merupakan pusat kegiatan religius dan pemerintahan Demak
Bintoro pada saat itu. Pada komplek Masjid Demak sendiri juga menyatu dengan
komplek dari makam raja-raja Demak Bintoro beserta karabatnya, yang terletak
pada bagian barat dari kompleks masjid.
·
Setting
kawasan demak sekarang Setting kawasan dari pusat kota Demak sendiri didominasi
oleh bangunan-bangunan baru, kecuali bangunan Masjid Demak. Bangunan-bangunan
yang terdapat di sekitar alun-alun kota Demak antara lain: masjid Demak,
penjara, kantor pemerintahan Kota Demak, dan kabupaten sebagai pusat
pemerintahan kota Demak sendiri.
KABUPATEN
DEMAK
Kabupaten Demak, adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Demak. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di barat,Kabupaten Jepara di utara, Kabupaten Kudus di timur, Kabupaten
Grobogan di tenggara, serta Kota Semarang dan Kabupaten
Semarang di sebelah barat.
·
Geografi
Kabupaten Demak adalah salah satu Kabupaten di Jawa Tengah
yang terletak pada 6º43'26" - 7º09'43" LS dan 110º48'47" BT dan
terletak sekitar 25 km di sebelah timur Kota Semarang. Demak dilalui jalan negara (pantura) yang menghubungkan
Jakarta-Semarang-Surabaya-Banyuwangi. Kabupaten Demak memiliki luas wilayah
seluas ± 1.149,77 KM², yang terdiri dari daratan seluas ± 897,43 KM², dan
lautan seluas ± 252,34 KM². Sedangkan kondisi tekstur tanahnya, wilayah
Kabupaten Demak terdiri atas tekstur tanah halus (liat) dan tekstur tanah
sedang (lempung). Dilihat dari sudut
kemiringan tanah, rata-rata datar. Dengan ketinggian permukaan tanah dari
permukaan air laut (sudut elevasi) wilayah Kabupaten Demak terletak mulai dari
0 M sampai dengan 100 M. Beberapa sungai yang mengalir di Demak antara lain: Kali Tuntang, Kali Buyaran, dan yang terbesar adalah Kali Serang yang membatasi Kabupaten Demak dengan Kabupaten
Kudus dan Jepara. Kabupaten Demak mempunyai pantai sepanjang 34,1 Km,
terbentang di 13 desa yaitu desa Sriwulan, Bedono, Timbulsloko dan Surodadi
(Kecamatan Sayung), kemudian Desa Tambakbulusan Kecamatan Karangtengah, Desa
Morodemak, Purworejo dan Desa Betahwalang (Kecamatan Bonang) selanjutnya Desa
Wedung, Berahankulon, Berahanwetan, Wedung dan Babalan (Kecamatan Wedung).
Sepanjang pantai Demak ditumbuhi vegetasi mangrove seluas sekitar 476 Ha.
·
Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Demak
berdasarkan hasil registrasi tahun 2008 adalah sebanyak 1.073.187. Terdiri atas
531.606 (49,54%) laki-laki dan 541.581 (50,46%) perempuan. Jumlah penduduk ini
naik sebanyak : 30.076 orang atau sekitar 2,88% dari tahun sebelumnya.Dilihat
dari kepadatan penduduk pada tahun 2007 kepadatan penduduk kabupaten Demak mencapai 1.176 orang/km2. Adapun
jumlah penduduk tersebut dirinci menurut lapangan usaha :
a. Pertanian : 219.635
b. Industri : 119.156
c. Perdagangan : 107.752
d. Transportasi : 24.558
e. Jasa : 54.137
Selanjutnya
tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumber daya manusia yang sangat
dibutuhkan dalam proses pembangunan. Adapun yang dimaksud dengan penduduk usia
kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun keatas. Penduduk usia kerja ini
dibedakan sebagai angkatan kerja yang terdiri dari bekerja dan mencari
pekerjaan. Penduduk Kabupaten Demak usia 15 tahun ke atas yang bekerja pada
tahun 2008 sebanyak 525.238 orang yang terdiri atas laki-laki 309.071 dan
perempuan 216.167.
·
Kesehatan
Peningkatan
status kesehatan dan gizi dalam suatu masyarakat sangat penting dalam upaya
peningkatan kwualitas manusia dalam aspek lainnya, seperti pendidikan dan
produktivitas tenaga kerja. Tercapainya kualitas kesehatan dan gizi yang baik
tidak hanya penting untuk generasi sekarang tetapi juga bagi generasi
berikutnya. Tersedianya fasilitas meningkatkan status
kesehatan dan gizi masyarakat. Pada tahun 2008 untuk jumlah Rumah Sakit Umum
Pemerintah sebanyak 1 (satu) unit, sementara Rumah Sakit Swasta tercatat 2
(dua) unit kemudian Balai Pengobatan sebanyak 35 (tigapuluh lima) unit dan
Balai Persalinan sebanyak 15 (limabelas) unit. Di samping itu sarana kesehatan
lain yang mendukung adalah tersedianya Puskesmas yang tersebar di semua
kecamatan sejumlah 26 (duapuluh enam) unit. Fasilitas kesehatan lainnya adalah
apotik, toko obat yang merupakan sarana penyedia obat yang mudah dijadikan oleh
masyarakat. Selain itu sarana kesehatan lain yang berupa tenaga kesehatan
adalah 12 (dua belas) Dokter Spesialis, 56 (lima puluh enam) dokter umum, 18
(delapan belas) dokter gigi, 5 (lima) apoteker, 38 (tiga puluh delapan) sarjana
kesehatan, 27 (duapuluh tujuh) sarjana muda kesehatan , 225 (duaratus dua puluh
lima) perawat, 4 (empat) perawat khusus gigi dan 200 (duaratus) bidan.
·
Pendidikan
Pendidikan
sangat diperlukan oleh setiap penduduk, bahkan setiap penduduk berhak untuk
dapat mengenyam pendidikan khususnya usia sekolah dasar (7 – 12 tahun). Keberhasilan
pendidikan sangat dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasarana pendidikan
seperti sekolah dan tenaga pendidikan (guru) yang memadai. Berdasarkan data
dari Dinas Pendidikan pada tahun 2008 diketahui ada 571 (lima ratus tujuhpuluh
satu) Sekolah Dasar (SD), 63 (enampuluh tiga) SMP, 45 (empat puluh lima) SMA
dan SMK baik negeri maupun swasta serta 1 (satu) Perguruan Tinggi. Sedangkan
jumlah guru SD sebanyak 5.536 orang, SMP sebanyak 1.620 orang, SMA dan SMK
sebanyak 1.316 orang serta 70 orang tenaga pengajar di tingkat Perguruan
Tinggi. Dari jumlah guru dan siswa tersebut di atas dapat dihitung Rasio murid
terhadap guru untuk SD 25%, untuk SMP 15,5% dan SMA 39%. Di bidang Pendidikan
Keagamaan, jumlah Madrasah Negeri maupun Swasta adalah sebagai berikut, untuk
tingkat MI (Madrasah Ibtidaiyah) berjumlah 108 lembaga, tingkat MTs (Madrasah
Tsanawiyah) berjumlah 106 lembaga dan tingkat MA (Madrasah Aliyah) berjumlah 47
lembaga. Adapun jumlah siswa MI sebanyak 21.764 siswa, siswa MTs sebanyak
33.648 siswa, dan siswa MA sebanyak 11.011 siswa.
·
Kesejahteraan Sosial
Perlindungan
dan kesejahteraan sosial merupakan hal-hal yang berkaitan dengan keterlantaran
baik anak maupun lanjut usia, kecacatan, ketunasusilaan, bencana alam dan
bencana sosial lain. Pembangunan kesejahteraan sosial dilaksanakan untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial dan masyarakat tidak mampu. Pelayanan sosial memerlukan
pengembangan melalui keterpaduan upaya antara lain bimbingan santunan, dan
rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat. Menurut data dari Dinas
Kesejahteraan Sosial tahun 2008 ini jumlah penyandang masalah kesejahteraan
sosial sebanyak 107.088 orang. Adapun jumlah Potensi dan Sumber Kesejahteraan
Sosial terdiri dari 247 Karang Taruna, 1.232 orang Pekerja Sosial Masyarakat
dan 51 Organisasi Sosial berupa 46 Panti Sosial Asuhan Anak, 1 Panti Sosial
Tresna Wredha, 2 Panti Sosial Psikotik, 1 Panti Sosial Bina Rungu Wicara dan 1
Panti Sosial Pamardi Putra.
·
Agama
Kehidupan
beragama yang harmonis sangat didambakan masyarakat. Beragamnya tempat
peribadatan merupakan salah satu bukti kerukunan agama diantara umat. Banyaknya
tempat peribadatan di Kabupaten Demak tahun 2008 mencapai 4.493 buah, berupa
masjid/ musholla sebanyak 4.463 buah, gereja sebanyak 26 buah, maupun kelenteng
sebanyak 1 buah. Dalam pembangunan bidang keagamaan, di kabupaten Demak
didukung pula dengan adanya 180 buah Pondok Pesantren dengan jumlah santri
tercatat sebanyak 34.100 orang. Dilihat dari banyaknya pemeluk agama, penduduk
Kabupaten Demak mayoritas beragama Islam yaitu mencapai 98,82 persen dari total
penduduk, sisanya terbagi penduduk beragama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Jumlah
jamaah haji yang berasal dari Kabupaten Demak pada tahun 2008 berjumlah 1.425
orang.
·
Pertanian
Jambu Air Merah Delima merupakan buah khas yang tumbuh
tersebar di Kecamatan Wonosalam, Mijen, Guntur, Wedung dan Demak Kota. Kekhasan
dari jambu air ini adalah rasa manis dan buahnya tebal
·
Pembagian administratif
Kabupaten Demak terdiri atas 14 kecamatan yaitu kecamatan Demak, Wonosalam, Karang Tengah,
Bonang, Wedung, Mijen, Karang Anyar, Gajah, Dempet, Guntur, Sayung, Mranggen,
Karang Awen dan Kebon Agung, yang dibagi lagi atas sejumlah 249 desa dan
kelurahan terdiri dari 243 desa dan 6 kelurahan. Pusat pemerintahan berada di
Kecamatan Demak.
·
Wisata
·
Makanan dan Minuman
Makanan dan Minuman khas Demak,
yaitu:
a. Nasi Ndoreng =
Terbuat dari Nasi, Kuluban, Pelas (Botok).
b. Wedang Pekak =
Terbuat dari Jahe, gula jawa, gula pasir, jeruk purut, serai, kayu manis,
pekak.
c. Sengkulan = Terbuat
dari Tepung Ketan, santan kanil, gula pasir, garam, pewarna makanan.
d. Belimbing Demak
(Averrhoa Carambola Kultivar Demak)
e. Jambu Demak (Jambu
Citra Delima)
f.
Botok Telur Asin
·
Potensi
GREBEG BESAR
Catatan sejarah Kabupaten Demak memang tidak
bisa lepas dari perjuangan para Wali Sanga sebagai penyebar agama Islam di
pulau Jawa yang melakukan aktivitasnya pada abad XV. Figur utamanya adalah
Sultan Fatah dan Sunan Kalijaga yang diakui merupakan tokoh besar dan
berpengaruh dalam lintas sejarah Kabupaten Demak. Sehingga tidak mengherankan
jika kemudian ada beragam acara dan kegiatan ritual yang diperkenalkan oleh
kedua tokoh itu masih berlangsung sampai saat ini dan menjadi semacam ritual
yang selalu di nantikan orang, tidak hanya oleh warga Kota Wali sendiri tetapi
juga oleh masyarakat luar daerah. Menurut data sejarah, tradisi grebeg besar sebenarnya
pada awalnya tidak hanya sekali setahun pada saat Idul Adha. Semula ada empat
Grebeg Besar, yaitu Grebeg Maulid, Grebeg Dal, Grebeg Syawal, dan Grebeg Besar.
Kegiatan yang masih berlangsung adalah Grebeg Besar yang sampai sekarang masih
menjadi bagian tradisi bernilai jual.
Sementara itu, di luar Kabupaten Demak juga dikenal perayaan sejenis. Solo, Yokyakarta, dan Cirebon, dengan latar belakang sejarah masing-masing daerah yang berbeda, tetapi pada intinya adalah bentuk penghargaan terhadap para pendahulu yang telah berjasa kepada daerah ini. Ritual acara Grebeg Besar diawali dengan saling silaturahmi antara pihak Kasepuhan Kadilangu dan Bupati Demak. Didahului kunjungan Bupati ke Sasono Rengga Kadilangu, selanjutnya sesepuh Kadilangu dan keluarga kasepuhan bersilaturahmi menghadap Bupati dan biasanya mereka diterima di ruang tamu Bupati. Usai bersilaturahmi tersebut, Bupati dan Wakil Bupati bersama Ketua DPRD, Muspida Demak, dan jajaran pemerintah kabupaten Demak berziarah ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro di kompleks Masjid Agung Demak. Hal ini dilanjutkan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di desa Kadilangu. Setelah itu rombongan meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar di lapangan Tembiring. Usai acara silaturahmi berakhir, dimulailah semua kegiatan keramaian di seantero Demak Kota.
Sementara itu, di luar Kabupaten Demak juga dikenal perayaan sejenis. Solo, Yokyakarta, dan Cirebon, dengan latar belakang sejarah masing-masing daerah yang berbeda, tetapi pada intinya adalah bentuk penghargaan terhadap para pendahulu yang telah berjasa kepada daerah ini. Ritual acara Grebeg Besar diawali dengan saling silaturahmi antara pihak Kasepuhan Kadilangu dan Bupati Demak. Didahului kunjungan Bupati ke Sasono Rengga Kadilangu, selanjutnya sesepuh Kadilangu dan keluarga kasepuhan bersilaturahmi menghadap Bupati dan biasanya mereka diterima di ruang tamu Bupati. Usai bersilaturahmi tersebut, Bupati dan Wakil Bupati bersama Ketua DPRD, Muspida Demak, dan jajaran pemerintah kabupaten Demak berziarah ke makam-makam leluhur Sultan Bintoro di kompleks Masjid Agung Demak. Hal ini dilanjutkan ziarah ke makam Sunan Kalijaga di desa Kadilangu. Setelah itu rombongan meresmikan pembukaan keramaian Grebeg Besar di lapangan Tembiring. Usai acara silaturahmi berakhir, dimulailah semua kegiatan keramaian di seantero Demak Kota.
Kemudian, pada malam menjelang Idul Adha diadakan acara
Tumpeng Sembilan yang menggambarkan jumlah 9 wali (Wali Sanga) diserahkan oleh
Bupati kepada Takmir Masjid Agung Demak untuk dibagikan kepada para pengunjung.
Dalam acara Tumpeng Sembilan selalu di penuhi oleh warga masyarakat yang ingin
ngalap berkah dengan mengharap mendapat bagian dari tumpeng yang dibagikan
tersebut. Tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah
diadakan acara penjamasan Kutang Ontokusuma yang di mulai setelah selesai
Shalat Idul Adha. Khusus untuk acara penjamasan Kutang Ontokusuma melalui
prosesi arak-arakan Prajurit Patang Puluhan yang berjalan dari Pendopo
Kabupaten Demak menuju Kadilangu sejauh 2,5 km. Ini merupakan hiburan yang
paling menyedot perhatian masyarakat karena sepanjang perjalanan yang dilalui
Prajurit Patang Puluhan itu selalu penuh oleh masyarakat yang ingin melihat
dari dekat. Sebuah fenomena yang sangat
menarik karena merupakan suatu gambaran yang nyata peristiwa menyatunya pejabat
dengan rakyat dalam satu tempat sehingga tampak sebuah kerukunan dan
kebersamaan langkah untuk menggapai cita- cita. Bila zaman dahulu diadakan ritual mampu menghilangkan
marabahaya, maka untuk saat ini kita perlu mengubah pandangan tersebut menjadi
sebuah konsep yang modern, yaitu mencari alternatif penyelesaian masalah dengan
cara koordinasi dan konsolidasi pemerintah dengan masyarakat. Ini bisa menjadi
lebih baik dan membawa kemajuan Kota Wali. Betapa besar arti Grebeg Besar bagi
Kabupaten ini. Watak Religius Inilah watak
religius masyarakat Kabupaten Demak yang selalu menghormati ajaran dan tradisi
leluhur, khususnya para Wali tentang keimanan dan ketaqwaan. Bukan hanya
sekadar menjalankan ajaran wajib dalam agama tetapi juga tradisi dan budaya
Islami yang di kembangkan para Wali untuk menarik perhatian dan membawa
masyarakat waktu itu untuk mengikuti ajaran yang mereka sebarkan. Seandainya
pelaksanaannya tidak bersamaan dengan Idul Adha mungkin tidak seramai sekarang.
Ada kepercayaan pameo yang mengatakan, barang
siapa menghadiri Grebeg Besar Demak tujuh kali berturut-turut, sama nilainya
dengan telah melaksanakan Ibadah Haji. Grebeg Besar bagi pemerintah Kabupaten Demak juga
memiliki arti penting, yakni sebagai salah satu sumber PAD (Pendapatan Asli
Daerah), melalui biaya sewa kapling-kapling tanah yang disewakan selama
perayaan Grebeg. Hal ini ditambah pemasukan dari hasil penjualan tiket masuk ke
area keramaian Grebeg Besar. Sementara itu,
bagi warga Kota Wali, Grebeg Besar merupakan kesempatan yang luas untuk
mendapatkan tambahan penghasilan dengan keterlibatannya dalam kegiatan, seperti
mempromosikan aneka hasil pertanian, kerajinan serta industri kecil lainnya.
Demikian besar arti Grebeg Besar bagi Kabupaten Demak sehingga kita perlu
membuat inovasi-inovasi kreatif agar mampu meningkatkan kualitasnya. Perubahan-
perubahan untuk perbaikan perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah bagi
peningkatan pendapatan Kabupaten Demak. Perlu daya tarik agar mampu
membangkitkan kebanggaan setiap warga.
mau nanya kak,itu sumbernya darimana ya?
BalasHapus